Pada Februari 2019, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,41% (mtm) atau inflasi sebesar 1,79% (yoy). Secara bulanan, deflasi Bali tercatat lebih dalam dibanding deflasi Nasional yang sebesar 0,08% (mtm). Selain itu, secara tahunan pencapaian inflasi Bali yang sebesar 1,79% (yoy) lebih rendah dibanding inflasi Nasional diperiode yang sama sebesar 2,57% (yoy). Deflasi yang terjadi di Bali pada Februari 2019, terutama disebabkan oleh deflasi yang terjadi untuk kelompok komoditastransportasi, komoditas pangan, serta hortikultura, dengan komoditas berupaangkutan udara, daging ayam ras, cabai rawit, bensin, serta bawang merah. Meskipun demikian, inflasi yang terjadi pada rokok kretek filter dan upah pembantu RT menahan terjadinya deflasi yang lebih dalam diperiode laporan. Komoditas lain yang menunjukkan peningkatan harga (inflasi) pada Februari 2019 adalah komoditas pisang dan tomat sayur
Bila dianalisis lebih lanjut secara spasial, deflasi yang terjadi di Bali dikontribusikan oleh inflasi yang terjadi pada kedua kota sampel penghitungan inflasi. Kota Denpasar mencatat deflasi 0,43% (mtm) atau inflasi 1,96% (yoy), sementara kota Singaraja mencatat deflasi 0,34% (mtm) atau inflasi 1,00% (yoy). Dibanding kota sampel lainnya di Indonesia, deflasi yang terjadi di Kota Denpasar dan Singaraja berada pada level yang rendah.
Inflasi Bali pada Februari 2019 masih terkendali dan berada dalam rentang sasaran inflasi Nasional 3,5%±1% (yoy). Namun demikian, kedepan perlu diperhatikan beberapa potensi risiko seiring potensi penyesuaian harga pada kelompok administered prices (angkutan udara) dan risiko peningkatan harga komoditas hortikultura yang dipergunakan dalam kegiatan upacara agama (pisang dan beberapa komoditas buah-buahan),seiring adanya potensi kenaikan permintaan didorong oleh perayaan Nyepi. Inflasi Bali pada Maret 2019 diprakirakan akan tetap deflasi, meskipun masih lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yaitusebesar -0,07% (mtm). Dengan demikian, inflasi pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 1,53% (yoy).
Pengendalian inflasi Provinsi Bali ke depan masih menghadapi beberapa risiko antara lain (i) adanya hari raya Nyepi pada awal Maret 2019 berpotensi mendorong peningkatanpermintaan; (ii) peningkatan curah hujan dan gelombang laut yang tinggi berpotensi menimbulkan risiko inflasi kelompok komoditas perikanan laut dan produk turunannya, serta (iii) Realisasi kenaikan UMP/UMK yang berlaku pada triwulan I 2019, berpotensi mendorong peningkatan permintaan
Sebagai respon terhadap risiko dan tantangan pengendalian inflasi Bali di 2019, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Provinsi Bali akan terus melanjutkan upaya pengendalian harga, baik melalui forum koordinasi maupun melalui tindak lanjut nyata bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, ditingkat provinsi dan kabupaten/kota. Program kerja TPID ke depan akan difokuskan pada seluruh aspek yang mempengaruhi harga, mencakup produksi, distribusi, serta menjaga ekspektasi masyarakat melalui sosialisasi dan publikasi serta memberikan himbauan (moral suasion) kepada masyarakat terkait upaya menjaga stabilitas harga. Upaya stabilisasi harga melalui pelaksanaan kegiatan pasar murah dan operasi pasar juga akan dilanjutkan,sehingga diharapkan dapat menahan laju inflasi yang bersumber dari sisi permintaan, sisi penawaran, dan ekspektasi dari pelaku ekonomi.