Denpasar – Usaha Gubernur Bali Wayan Koster dalam melestarikan seni dan budaya Bali perlahan namun pasti bisa diakui. Bahkan tidak tanggung-tanggung hingga kancah dunia. Setelah dilantik menjadi Gubernur Bali pada tanggal 5 September 2018, Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini memang langsung tancap gas sebulan kemudian mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Hal tersebut disampaikannya dalam sambutannya pada acara Penyerahan Hadiah Lomba Desain Website Aksara Bali, di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Denpasar Sabtu (9/1).
“Ini merupakan komitmen kita untuk melestarikan budaya Bali serta warisan leluhur yang adiluhung,” jelasnya. Hal tersebut semakin membanggakan, ketika aksara Bali menjadi salah satu aksara di Indonesia yang didaftarkan dalam domain internet. Menurutnya, dengan didaftarkannya aksara Bali menjadi domain internet, maka menegaskan posisi aksara Bali di kancah internasional. “Ini bisa disamakan juga dengan aksara Jepang, China atau Korea. Kita akan semakin dikenal di dunia,” tegas Gubernur yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Prov Bali ini.
Keseriusan tersebut ditandai dengan peresmian penggunaan aksara Bali di bandara I Gusti Ngurah Rai pada tanggal 5 Oktober 2018. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan aksara Bali di papan nama instansi baik pemerintah, BUMN maupun swasta.
Menurutnya, penggunaan aksara Bali ada aturannya sendiri dan sudah dijabarkan dalam Pergub nomor 80 Tahun 2018. “Aksara Bali harus diletakkan di atas aksara latin. Hal itu bertujuan untuk menghormati warisan leluhur kita, menyatakan rasa bangga kita kepada kearifan lokal Bali asli,” tegasnya. Sementara untuk papan nama instansi pemerintah Koster menyebutkan sudah ditentukan dengan gradasi merah putih yang melambangkan Negara Indonesia. Sehingga dalam kesempatan tersebut, ia berharap semua pihak bisa menggunakan dan mengimplementasikan penulisan aksara Bali dengan baik dan benar.
Lebih lanjut, Gubernur Koster menegaskan, Melalui Pergub No 80 tahun 2018, semakin memudahkan mendaftarkan aksara Bali ke pengelola domain internasional ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers). Pasalnya, aksara Bali sudah resmi diakui pemerintah dan sudah mempunyai kekuatan sendiri.
“Ini langkah kita menghormati warisan para leluhur kita yang adiluhung. Jika bukan kita yang melestarikan, lama-lama aksara Bali akan punah,” imbuhnya seraya menyatakan kebanggaannya banyak anak muda yang tergerak menekuni aksara Bali, dan terbukti pemenang lomba kali ini berasal dari generasi muda. “Ilmu pengetahuan dan teknologi boleh berkembang, tapi anak muda jangan terlalu terseret arus modernisasi, jaga terus kebudayaan dan kearifan local kita,” bebernya.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur yang juga mantan anggota DPR RI tiga periode ini menyatakan bahwa langkah pendaftaran aksara Bali ini juga sangat selaras dengan visi misi Pemprov Bali yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Melalui Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.
Sementara itu Dekan Fakultas Ilmu Budaya Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum, mengatakan bahwa Universitas Udayana melalui Fakultas Ilmu Budaya bekerjasama dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) sedang mendaftarkan aksara Bali ke domain internet internasional. Ia menyatakan keseriusan Pemprov Bali dalam melestarikan Aksara Bali yang tertuang dalam Pergub Nomor 80 Tahun 2018 memudahkan panitia dalam mendaftarkan aksara Bali ke domain internet dunia. “Karena kita sudah mempunyai legal, dan pemerintah sudah mengakui keberadaan aksara Bali secara resmi,” ujarnya. Ia juga menyampaikan apresiasi mendalam kepada Gubernur Koster yang tidak surut semangatnya melestarikan adat dan budaya Bali. “Dengan semakin diakui eksistensi kebudayaan kita, seperti aksara dan Bahasa Bali, maka semakin banyak anak muda yang tertarik untuk menekuninya,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Bendahara PANDI Azhar Hasyim. Ia mengatakan usaha mendaftarkan aksara-aksara Indonesia sudah dilakukan sejak 2-3 tahun terakhir ini. Karena menurutnya, jika akasara- akasara tersebut tidak dimasukkan ke domain internet, maka berpotensi pada kepunahan di kemudian hari. Ia juga menyatakan sebagai tanggung jawab PANDI juga dalam melestarikan eksistensi akasara daerah Indonesia. “Tanpa ada dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan universitas, maka usaha ini tidak akan bisa berjalan dengan mulus,” tandasnya.
Sementara itu Penasihat Komunikasi dan Informasi UNSECO Jakarta Dr. Ming Kuok Lim menyatakan kebanggaannya, karena Asia sekali lagi diwakili oleh Indonesia bisa memperkenalkan aksaranya kembali. Ia mengatakan bahwa sangat mengkhawatirkan bahwa lebih dari 50 persen dari sekitar 6.700 bahasa yang digunakan saat ini terancam punah. Sementara itu, dari hampir 2.500 bahasa terancam punah yang terdaftar dalam Atlas Bahasa Dunia dalam Bahaya UNESCO, lebih dari 570 bahasa dianggap sangat terancam punah dan lebih dari 230 bahasa telah punah sejak 1950. Pada saat yang sama, kurang dari lima persen bahasa di dunia memiliki kehadiran online. Oleh karena itu, UNESCO mendukung Pendaftaran Domain Internet Indonesia (PANDI) dalam inisiatifnya ‘Menghubungkan Bangsa melalui Digitalisasi Karakter Kuno’ untuk melestarikan karakter bahasa asli Indonesia dan menjadikannya sebagai skrip yang banyak tersedia secara online dan di berbagai platform digital.