Pemerintah Daerah Perlu Anggarkan Dana Operasi Pasar
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo berencana merombak fungsi Perum Bulog sebagai penyangga stok bahan pokok masyarakat. Ke depan, Bulog tidak hanya berperan sebagai penyangga stok beras nasional, tetapi juga sejumlah bahan pokok penting yang lain. Bulog juga akan diperkuat oleh pemerintah daerah terutama dalam operasi pasar.
"Kami ingin Bulog tidak hanya mengurusi beras, tetapi juga komoditas pangan yang lain. Namun, ini masih dalam proses, merevisi regulasi, dan membenahi kelembagaan," kata Presiden Joko Widodo ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta, Rabu (27/5).
Menurut Joko Widodo, peran Bulog sebagai penyangga stok pangan itu harus diperkuat. Bulog juga harus dibantu pemerintah daerah (pemda) terutama dalam operasi pasar.
Pemda harus mengalokasikan anggaran untuk operasi pasar di daerah masing-masing guna mengendalikan harga. Jika pemda, TPID, dan Bulog mampu mengendalikan harga, inflasi dapat ditekan. "Saya berharap TPID sesering mungkin terjun ke distributor, pedagang besar, dan ke gudang-gudang mereka agar mereka merasa diawasi sehingga bisa mempermainkan harga," katanya.
Joko Widodo menegaskan, permainan harga itu ada di gudang-gudang, terutama di tempat-tempat yang jangkauannnya sulit. Karena itu, Joko Widodo memerintahkan Kejaksaan dan Kepolisian turut serta dalam pengecekan dan pengawasan tersebut dalam rangka upaya untuk mengendalikan inflasi.
Joko Widodo berharap agar target inflasi pada tahun ini tercapai, yaitu 3-5 persen. Percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan tata niaga bahan pangan akan menjadi penentu pencapaian target itu.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, Presiden memang berkomitmen menjadikan Bulog sebagai penyangga stabilisasi harga pangan. Komoditasnya tidak hanya beras, tetapi juga gula dan komoditas penting lain.
"Kami masih akan menghitung dan memastikan komoditasnya, kesiapan Bulog, serta anggaran. Komoditas yang dipilih nanti adalah komoditas yang memberikan implikasi pada stabilitas harga," ujarnya.
Sebelumnya, Sofyan pernah menyatakan, pemerintah juga akan menyerap gula kristal putih yang diproduksi pabrik gula PT Perkebunan Nusantara. Penyerapan akan dilakukan oleh badan usaha milik negara dengan target serapan 30 persen, sehingga pemerintah mempunyai cadangan gula guna mengendalikan harga gula di pasar (Kompas, 13 Mei 2015).
Tantangan struktural
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardjojo mengemukakan, Indonesia menghadapi enam tantangan struktural pengendalian inflasi. Pertama, terbatasnya kapasitas produksi pangan strategis. Hal itu terjadi karena luas lahan pertanian menyusut berganti dengan permukiman dan kawasan industri. Kedua, nilai rupiah masih rentan karena bahan baku manufaktur Indonesia masih bergantung pada barang impor.
"Ketiga, produksi pangan kita juga masih rentan terhadap iklim sehingga pasokan kerap terganggu," ujarnya.
Keempat, lanjut Agus, Indonesia masih bergantung pada impor bahan bakar minyak. Kelima, konektivitas antardaerah, terutama antarpulau, masih lemah sehingga menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi.
"Keenam, kami juga melihat rantai distribusi pangan di Indonesia itu masih panjang dan dikuasai segelintir pelaku saja sehingga selalu ada oligopoli dan monopoli. Bukan petani yang menikmati harga pangan, melainkan para pemain tersebut," katanya.
Oleh karena itu, Agus berharap pemerintah harus memiliki solusi struktural. Untuk saat ini, serapan dana pembangunan infrastruktur di sektor pangan, industri, energi, dan maritim, perlu dipercepat.
Pembenahan tata niaga pangan juga harus dilakukan, terutama dalam rangka memutus rantai distribusi pangan yang panjang dan pengendalian harga. Pemda juga harus mengalokasikan anggaran guna membantu Bulog dalam operasi pasar.
"Disisi lain, setiap daerah harus mempunyai TPID dan peta jalan pengendalian inflasi. Saat ini, sudah ada 432 TPID, dan kedepan akan terus ditambah. Pada 2013, baru ada 183 TPID," ujar Agus.
Sumber : Kompas