×

Musim Panen Padi, Petani di Tabanan masih Andalkan Sistem Tebas

Senin, 25 April 2016 pukul 08.27 (8 tahun yang lalu) | Oleh Sigapura

 Tabanan (Bisnis Bali)

  Jelang musim panen raya untuk sektor pertanian padi, sejumlah petani di Kabupaten Tabanan masih mengandalkan penjualan padi di sawah dengan pola sistem tebas. Minimnya jumlah tenaga tukang panen, membuat sistem tebas ini jadi pilihan yang paling banyak diminati oleh petani di daerah lambung beras ini.

  Petani di Subak Timan Agung Klating Kerambitan, Tabanan misalnya yang memiliki luas sawah mencapai 165 hektar sebagian besar petani menjual padinya di sawah dengan sistem tebas.

  Menurut Prebekel Desa Klating Kerambitan, Made Suama, Minggu (24/4) mengungkapkan, meski berisiko pendapatan yang diterima petani menjadi lebih murah dibandingkan dengan menjual panen dalam bentuk gabah, karena untuk harga umumnya menghitung per are dan memperhitungkan kualitas padi, namun hingga kini petani di Subak Timan Agung masih tetap mengandalkan sistem tebas untuk penjualan padi setiap musim panen.

  Ia menerangkan, pola dari penjualan sistem tebas tersebut memang mengkondisikan posisi petani sebagai produsen sangat lemah, karena petani mau tidak mau menerima atau pasrah pada harga yang disodorkan oleh pihak penebas. Akuinya, jika hanya ada satu tukang tebas yang dating ke subak, maka kondisi tersebut akan lebih memperparah karena tidak jarang harga yang diterima petani menjadi sangat murah untuk membeli hasil panen.

  Sebab tidak ada pihak lain yang menjadi pembanding atau pesaing untuk patokan harga jual.

  “Saat ini saja harga tebas yang diterima petani di sini mencapai Rp. 220-225 ribu per are. Kondisi itu sudah paling mahal sekarang ini, bila kondisi padinya rusak maka harganya bisa lebih murah lagi,”tuturnya.

  Suama menjelaskan, penjualan padi dengan sistem tebasan ini dipilih petani karena minimnya jumlah tenaga panen padi sekarang ini. Katanya, generasi muda yang diharapkan menjadi penerus dari orang tuanya yang bergelut di pertanian sawah, banyak yang lebih melirik sektor di luar pertanian karena pertimbangan lebih menjanjikan keuntungan. Bahkan, kini tidak sedikit dari kalangan petani itu sendiri yang juga ikut beralih ke sektor pertukangan dan justru memposisikan profesi petani sebagai pekerjaan sambilan.

  “Upah jadi tukang yang lebih besar dari pada bertani membuat petani melirik sektor pekerjaan lain. Tidak hanya itu saja, hasil nyata dari pekerjaan tukang dibandingkan dengan bertani yang masih dihadapkan pada risiko gagal panen, juga menjadi alasan lain yang menarik untuk dilakoni sekarang ini,”ujarnya.

  Hal senada juga diungkapkan salah seorang petani, Komang Karya, yang membenarkan jika banyak petani yang memanfaatkan sistem tebas padi pada musim panen sekarang ini. Akibatnya, petani tidak bisa menahan padi untuk dijual dengan harga yang bagus. Selain itu, kebutuhan ekonomi juga mendesak petani untuk segera menjual padinya.

  Di sisi lain akuinya, sistem tebas, petani tidak perlu lagi memikirkan tentang biaya panen hingga pascapanen. Apalagi selisihnya penghasilan antara sistem tebas dengan sistem panen sendiri tidak terlalu tinggi.”Kalau ditebaskan kepada pedagang padi, kami tidak usah lagi memberikan ongkos panen padi kepada pemanen dan juga angkut padi. Memang harus diakui kalau harga tebas pastinya lebih murah dibandingkan memanen sendiri,”tandasnya.

Sumber : Bisnis Bali