JAKARTA. Kementrian Pertanian (Kemtan) menghitung
produksi saat panen padi pada bulan Mei dan Juni tahun ini akan menghasilkan
gabah kering giling (GKG) sebanyak 12,39 juta ton. Dengan pasokan gabah yang
melimpah ini, Kemtan optimis bakal ada surplus beras pada pertengahan tahun
ini.
Asal tahu saja, panen selama Mei hingga Juni ini terjadi di 33 provinsi dengan rincian pada Mei produksi sebesar 6,41 juta ton GKG dan bulan Juni sebesar 5,98 juta ton GKG dengan total luas areal panen sebesar 2,4 juta hektare (ha).
Delapan provinsi, yakni : Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Barat menjadi provinsi paling tinggi produksinya, yakni masing-masing di atas 500.000 ton GKG.
Dari produksi 12,39 juta ton GKG ini, diperkirakan beras yang tersedia selama Mei hingga Juni mencapai 6,96 juta ton beras. Jika kebutuhan beras selama dua bulan sebesar 5,34 juta ton, berarti msih ada surplus beras sebesar 1,6 juta ton beras di akhir Juni mendatang.
Hasil Sembiring, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kemtan mengatakan, meski di atas kertas ada surplus beras, namun soal penurunan harga semua tergantung seberapa besar Bulog menyerap panen petani. “Karena Bulog bersaing dengan pihak swasta, sulit mereka bisa menyerap maksimal. Meski beras cukup, tapi harganya mahal itu karena diserap pihak swasta,” ujar Hasil, Senin (18/5).
Surplus beras dari produksi Mei dan Juni diprediksi membuat harga beras stabil sampai September hingga musim tanam datang di Bulan Oktober. Prediksi Kemtan selama periode ini, harga beras medium tidak akan mencapai sekitar Rp 10.000 per kilogram (kg) di tingkat konsumen.
Untuk memastikan stok beras tetap aman, Kemtan juga telah mengusulkan agar dilaksanakan pendataan kepada perusahaan swasta yang menggelar aktivitas penggilingan beras. Dengan pendataan ini, pemerintah bisa mengetahui stok beras yang disimpan pihak swasta, sehingga lebih mudah mengontrol harga beras di pasar.
Upaya Kemtan ini juga sekaligus meredam pertanyaan publik soal hasil panen raya beras karena dianggap tak mampu menekan harga beras yang masih tinggi dan gudang Bulog terlihat kosong.
Upaya menjelaskan stok beras ini menjadi kelemahan pemerintah selama ini karena tak memiliki data pengelolaan beras selain milik Bulog. Untuk itu, nantinya seluruh industri penggilingan skala besar, menengah, dan kecil akan dilakukan pendataan.
Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) menambahkan, meski di atas kertas bakal terjadi surplus beras, namun Bulog harus mewaspadai datangnya musim gadu, yakni petani memilih menyimpan hasil panen untuk kebutuhan sehari-hari. “Musim gadu datang pada bulan Juni hingga musim kemarau datang,” ujarnya.