Untuk melakukan penanganan sebuah bencana, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra yang notabene sempat menjabat sebagai Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali tahun 2017 tepatnya saat terjadi erupsi Gunung Agung mengatakan bahwa tidak setiap bencana alam membutuhkan strategi yang sama dalam penanganannya. "Setiap erupsi memiliki penanganan yang berbeda karena terdapat karakteristik bencana baik itu lokasi dan masyarakat yang ada disekitarnya," hal ini disampaikannya saat di daulat sebagai narasumber knowledge sharing Rakornas PB 2021 dengan tema " Bencana Geologi Gempa Bumi, Tsunami, Erupsi Gunung Api melalui virtual, di ruang Pressroom Kantor Gubernur Bali, Kamis (4/3).
Sekda Bali Dewa Indra menambahkan bahwa sesuai catatan yang pernah beliau catat sesuai penangan bencana, bahwa seorang pemimpin yang bertanggung jawab (dalam hal ini Kalaksa BPBD dan Basarnas) harus ada dilokasi bencana, terutama saat masa kritis berlangsung, karena seorang pemimpin harus mengetahui perkembangan perubahan terjadinya erupsi detik per detik dan harus cepat mengambil langkah atau memberi respon, sehingga tidak akan terlambat dalam mengambil keputusan dalam posisi urgent.
Setiap kondisi dilapangan tentu saja akan sangat berbeda karakteristiknya, terutama saat pra erupsi, saat erupsi terjadi dan pasca erupsi. Selain itu sangat penting bagi seorang pemimpin dan teamnya untuk membuka catatan erupsi sebelumnya (semisal erupsi gunung agung sempat terjadi juga pada tahun 1963). Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami karakteristik erupsi yg akan terjadi, sehingga akan diketahui langkah-langkah yang akan diambil sesuai gejala awal yang ditunjukkan oleh kondisi terkini. Setelah itu pemahaman untuk langkah-langkah bagi masyarakat lokal yang ada disekitar lokasi erupsi akan secara cepat dapat dilakukan karena sudah mengetahui petunjuk awal.
Yang lebih penting dari itu adalah membangun rantai komunikasi dari otoritas terdepan dalam hal ini adalah BPBD yang bertugas melakukan pengamatan. Karena rantai komunikasi penting dilakukan untuk mendetiminasi atau menyampaikan kepada masyarakat terdekat dengan lokasi erupsi, sehingga dapat memberikan arahan kepada masyarakat yang lebih luas (dari hulu ke hilir) dalam mengambil tindakan tercepat apabila erupsi terjadi dan membahayakan keselamatan orang banyak. Karena dalam keadaan seperti ini tidak ada institusi yang mampu bekerja sendiri, sehingga kerjasama antara instansi terkait (TNI-POLRI dan Relawan) menjadi sangat penting untuk berbagi peran agar lebih kuat dalam penanganan bencana.
Mengutamakan kekuatan peran serta lokal (masyarakat setempat) salah satunya membentuk relawan dari masyarakat setempat menjadi sangat penting untuk mengetahui dan menentukan tempat atau jalur evakuasi sebagai kekuatan terdepan, karena tentunya masyarakat sekitar akan lebih mengetahui terkait jalur evakuasi teraman untun warga sekitar Gunung yang sedang mengalami erupsi.
Dengan berbagi beban bersama relawan yang merupakan warga setempat tentu saja akan mempermudah penanganan, termasuk mulai menyiapkan posko pengungsian, jalur evakuasi, penyiapan konsumsi dan alat-alat.
Selain beberapa hal penting yang terurai diatas sesuai kumpulan catatan dari Sekretaris Daerah Dewa Indra yang sempat secara langsung menangani sejumlah bencana di Bali salah satunya erupsi Gunung Agung, beliau juga menyampaikan bahwa membuat rencana cadangan (contigency plan) sehingga kita tidak gagap dalam menangani dan menghadapi bencana-bencana yang kemungkinan akan berulang dengan jangka waktu yang belum pernah kita ketahui terjadinya, yang kemudian dilanjutkan dengan gladi lapangan bersama TNI-Polri. "Sehingga ketika terjadi lagi bencana selanjutnya kita akan aiap untuk melakukan operasional plan", tegas Sekda Dewa Indra.
Persoalan bandara juga menjadi penting karena saat erupsi gunung agung menyebabkan terganggunya penerbangan yang menyebabkan tertutupnya bandara, sehingga oenting dilakukan pintu masuk terutama bandara atau jalur komunikasi alternatif, sehingga jika terjadi bencana kita semua memiliki bandara alternatif. "Pentingnya memiliki jalur komunikasi alternatif agar masih memiliki sumber mengalirkan daya pertolongan bencana tetapi untuk tetap menghidupkan perekonomian. Karena bandara tertutup, arus kedatangan tertutup, wisatawan tertutup maka kami akan mengalami bencana dan tidak ada perputaran ekonomi yang menyebabkan kami mengalami dua kali hantaman, hal ini menjadi pelajaran bagi Bali untuk mengambil langkah alternatif dalam menghadapi bencana ke depan," tegas Sekda Dewa Made Indra.