Pada November 2019, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,03% (mtm) lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 0,14% (mtm). Secara tahunan Bali mengalami inflasi yang tercatat sebesar 2,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,00% (yoy). Dengan demikian, inflasi Bali padaNovember 2019 masih berada pada rentang sasaran inflasi nasional 3,5%±1% (yoy). Inflasi Bali pada November 2019, terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, sewa rumah, buncis dan tomat sayur. Di sisi lain, deflasi yang terjadi pada komoditasangkutan udara, cabai rawit, cabai merah, Pindang Tongkol dan Ikan Tongkol, tidak mampu menahan terjadinya inflasi pada periode laporan.
Secara spasial, inflasi yang terjadi di Bali dikontribusikan oleh inflasi yang terjadi pada salah satu kota sampel penghitungan inflasi yaitu kota Singaraja, sedangkan kota Denpasar mengalami deflasi. Kota Denpasar mencatat deflasi -0,01% (mtm) atau inflasi 2,34% (yoy), sementara kota Singaraja mencatat inflasi 0,22% (mtm) atau inflasi 3,01% (yoy). Dibanding kota sampel lainnya di Indonesia, inflasi yang terjadi di Kota Denpasar dan Singaraja berada pada level yang moderat.
Perkembangan harga pada Desember 2019 diprakirakan sedikit meningkat yaitu dalam kisaran 0,40% – 0,80% (mtm).Prakiraan kenaikan harga pada bulan Desember didasarkan pada terjadinya high season pariwisata akhir tahun Nataru serta perayaan hari besar keagamaan Hindu di Bali seperti Saraswati dan Pagerwesi yang akan mendorong permintaan terutama pada kelompok bahan makanan. Selain itu, seiring dengan masih berlangsungnya musim kemarau sebagai dampak El Nino, terdapat risiko peningkatan harga pada komoditas bahan makanan dan hortikultura. Dengan demikian, inflasi Bali tahun 2019 diprakirakan berada pada kisaran 2,00% - 2,40% (yoy).