Dilihat dari indeks potensi radikalisme dan terorisme, wilayah Kabupaten Bangli memang termasuk rendah. Namun itu tidak menutup kemungkinan berkembangnya paham radikalisme dan terorisme. Karena itu, pemerintah pusat memandang perlu melakukan pencegahan dini, jangan sampai daerah yang sudah tenang dan damai justru tumbuh paham-paham seperti itu. Demikian ditegaskan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali yang sekaligus sebagai Ketua Forum Kordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bali I Gusti Ngurah Wiryanata, M.Si ditemui usai membuka kegiatan bertajuk Kenduri (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri) di Balai Banjar Geria, Kelurahan Kawan, Bangli, Selasa (15/10/2024).
Selama ini, upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme dan terorisme memang terus digencarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Salah satunya, melalui Forum Kordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bali yang secara berkesinambungan menggelar kegiatan bertajuk Kenduri. "Kegiatan ini bertujuan untuk mengajak masyarakat agar peduli terhadap lingkungannya sendiri untuk wujudkan desa siaga dengan resiliensi melalui pelibatan masyarakat dalam pencegahan Radikalisme dan Terorisme," ujar Gusti Ngurah Wiryanata.
Peserta yang dilibatkan dalam kegiatan itu, dari berbagai unsur. Diantaranya, karang taruna, STT, mahasiswa, tokoh masyarakat dari sejumlah desa di kota Bangli, tokoh lintas agama, ASN, hingga unsur TNI/Polri. Selain menghadirkan narasumber pusat, juga menghadirkan narasumber daerah dari Badan Kesbangpol Kabupaten Bangli. Lebih lanjut Gusti Ngurah Wiryanata menyampaikan, dari sisi indek potensi, paham radikalisme justru bisa berkembang didaerah-daerah yang indeks potensinya di anggap rendah. Sebab, biasanya masyarakat akan terlalu percaya diri sehingga menjadi lengah. "Paham-paham radikalisme dan terorisme bisa tumbuh karena kelengahan. Karena itu, masyarakat Bangli diharap juga bisa kenali dan peduli lingkungan sendiri untuk mengantisipasi penyebaran paham-paham radikalisme dan terorisme," pinta pejabat asal Nongan, Karangasem ini.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme bisa muncul tidak hanya karena agama tertentu saja, bisa jadi karena sosial budaya, kesenjangan ekonomi, ketidakpuasan dengan pemerintah. "Karena itu, kita harapkan juga Pemerintah Bangli juga peduli, mengenali potensi-potensi yang ada. Untuk itu, kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun dan tempatnya berpindah-pindah sesuai potensi yang ada," ujarnya.
Disampaikan pula, maraknya perkembangan radikalisme-terorisme di tanah air tidak dapat dilepaskan dengan kemajuan teknologi informasi. "Dengan sosialisasi yang diberikan narasumber, kita berharap ada upaya-upaya yang perlu disiapkan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Seluruh elemen masyarakat kita harapkan mulai mengenali dan peduli lingkungan sekitar. Jangan sampai setelah muncul baru kita kelabakan. Jadi lebih baik melakukan pencegahan," tegas Gusti Ngurah Wiryanata.
Sementara Kepala Badan Kesbangpol Bangli, I Made Kirmanjaya menyoroti radikalisme dan terorisme dari berbagai aspek. Salah satunya, terkait ormas. "Di kabupaten Bangli, sebanyak 57 ormas tercatat di kesra Bangli. Dalam perjalanan kami, ormas-ormas itu punya kecenderungan. Tapi sejauh ini, masih berjalan sesuai koridornya. Bangli masih kondusif. Tapi kita jangan terlena dan lengah. Karena tempat yang aman bisa jadi tempat radikalisme. Untuk itu perlu antisipasi awal," ucapnya.
Hal yang sama juga ditegaskan narasumber lainnya. Menurut Diah Kusumawati dan Maira Himadani, fokus BNPT adalah mencegah masalah terorisme dan radikalisme di Indonesia. Mengingat, dampak radikalisme dan terorisme seperti halnya saat terjadinya bom Bali telah menyebabkan trauma yang berkepanjangan. "Ibarat sebuah pohon, radikalisme dan terorisme akarnya adalah karena idiologi yang menyimpang yang ingin mengganti dasar negara Indonesia. Karena idiologi, mereka merasa paling benar. Ini yang bahaya," ucap Maira Himadani.
Untuk itu, lanjut dia, perlu kepedulian terhadap lingkungan sekitar untuk melakukan pencegahan dini. Disampaikan pula, dari sisi umur yang rawan terjerumus oleh paham radikalisme adalah generasi muda yang masih dalam pencarian jati diri. Mereka akan mudah didoktrin dengan iming-iming palsu. Selain itu, persoalan ekonomi juga mempengaruhi orang melakukan tindakan radikalisme dan pelakunya kebanyakan dari agama mayoritas. "Ibarat virus, radikalisme perlu vaksinasi untuk pencegahan dini,"