Pada Februari 2018, Provinsi Bali mencatat inflasi sebesar 0,58% (mtm) atau 2,88% (yoy). Secara bulanan, pencapaian ini lebih tinggi dibanding inflasi Nasional yang sebesar 0,17% (mtm). Meskipun demikian, secara tahunan pencapaian tersebut masih lebih rendah dibanding inflasi Nasional yang sebesar 3,18% (yoy). Inflasi yang terjadi terutama disebabkan oleh kenaikan harga bensin, cabai rawit, cabai merah, bawang merah, bawang putih, dan angkutan udara.
Secara spasial, inflasi terjadi di seluruh kota sampel penghitungan inflasi di Bali. Kota Singaraja mencatat inflasi sebesar 0,25% (mtm) atau 1,88% (yoy). Sementara inflasi Kota Denpasar tercatat sebesar 0,65% (mtm) atau 3,10% (yoy). Dibandingkan dengan kota sampel lain, pencapaian inflasi Kota Denpasar dan Singaraja berada pada level yang moderat.
Inflasi Bali pada Februari 2018 relatif terkendali dan berada pada rentang sasaran inflasi nasional. Namun demikian, ke depan perlu diperhatikan beberapa potensi risiko seiring penyesuaian harga pada kelompok administered prices dan peningkatan harga komoditas hortikultura yang masih berlanjut disebabkan oleh kondisi cuaca ditengah-tengah potensi permintaan yang meningkat didorong oleh peningkatan kinerja industri pariwisata dan pelaksanaan IMF- WB Annual Meeting.
Pengendalian inflasi Provinsi Bali ke depan masih menghadapi beberapa risiko antara lain (i) tendensi berlanjutnya kenaikan curah hujan pada awal 2018 membawa risiko akan inflasi kelompok volatile food, (ii) Peningkatan kinerja industri pariwisata serta pelaksanaan IMF-WB Annual Meeting yang berpotensi mendorong permintaan kebutuhan komoditas pangan serta kenaikan tarif angkutan udara, dan (iii) tendensi kenaikan harga emas mengikuti tren peningkatan komoditas global. Sebagai respon terhadap risiko dan tantangan pengendalian inflasi Bali di 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Provinsi Bali akan terus melanjutkan upaya pengendalian harga baik melalui forum koordinasi dan tindak lanjut nyata dengan OPD terkait. Program kerja TPID akan difokuskan pada seluruh aspek mencakup produksi, distribusi, serta menjaga ekspektasi masyarakat melalui sosialisasi dan publikasi serta memberikan himbauan (moral suasion) kepada masyarakat terkait upaya menjaga stabilitas harga. Upaya stabilisasi harga melalui pelaksanaan pasar murah dan operasi pasar insidentil juga akan dilanjutkan sehingga diharapkan dapat menjadi jangkar dalam penetapan harga dan menahan laju inflasi yang dapat bersumber dari sisi permintaan, sisi penawaran, dan ekspektasi pelaku ekonomi.