Denpasar, Bali Tribune
Wakil Ketua I Himpunan Wiraswasta Pengusaha Minyak dan Gas (Hiswanamigas), Dewa Ananta, menyatakan, pihaknya tak mau mengambil risiko dengan melakukan di luar aturan terkait penyaluran elpiji 3 kg. Hal itu dikatakannya usai rapat koordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali dan Kota Denpasar terkait ketersediaan elpiji 4kg di Denpasar, Senin (6/6).
Risiko dimaksud adalah sanksi berupa pemutusan hubungan usaha (PHU). “justru saat ini kami mendukung TPID dalam melakukan koordinasi tentang distribusi sebagai upaya agar harga tetap stabil,”kata Ananta, melanjutkan. Dengan stabilnya distribusi dan harga, harapannya keluhan masyarakat akan berkurang.
Menurut dia, dibukanya peluang bagi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), koperasi, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) untuk menjadi agen atau pangkalan adalah langkah yang bagus karena aka nada pemerataan distribusi bagi masyarakat Pemilik Agen gas-PT Dasindo Jaya Gas ini menyatakan siap bila benar peluang itu dibuka.
Terkait adanya informasi mengenai perbedaan harga di itngkat pangkalan hingga pengecer, Ananta menampiknya,”Sebenarnya harga di Denpasar sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) pangkalan yaitu Rp 14.500,”ucapnya. HET yang dikeluarkan pemerintah Provinsi ini, kata dia, yang dijadikan sandaran.
Dijelaskan Ananta, Setiap hari pihaknya mendapatkan jatah 200 tabung.”Kami cuma dapat jatah segitu dari Pertamina, tapi kana da juga agen agen yang lebih besar ataupun lebih kecil,”katanya lagi. Terkait dengan kondisi terkini, pangkalan tidak bisa menarik tabung kosong yang ada di pengecer, karena itu tidak bisa menebus sesuai kuota.
Secara terpisah, Ketua Hiswanamigas Bali, IB RAi, yang dihubungi Bali Tribune menyatakan dukungan atas langkah yang diambil TPID. Namun demikian, ia menyayangkan pemerintah telah menetapkan HET.”Mestinya pemerintah juga memperhatikan fluktuasi harga, tingkat inflasi, juga ongkos transport dalam menentukan HET,”katanya singkat.
Sumber :Bali Tribune