Gianyar-
Dalam upaya mengendalikan inflasi bahan pangan serta mendukung program pemerintah dalam mempertahankan keberlanjutan sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar kedua (setelah sektor pariwisata) di Pulau Dewata, Kantor Perwakilan Bank Indoneisa (BI) fokus pada pengembangan klaster padi. Satu di antaranya yaitu menetapkan Kabupaten Gianyar sebagai lokasi pusat pengembangan klaster padi.
“Penanaman perdana percontohan teknologi budi daya padi metode SRI yang dikombinasikan dengan sistem tandur jajar legowo telah dilakukan di Subak Penyembulan, Tampaksiring. Selain itu, BI juga telah melaksanakan kegiatan pelatihan pembuatan pupuk organik menggunakan dekomposer Microbacter Alfalfa 11 (MA-11),” kata Kepala KPw BI Bali, Dewi Setyowati di Gianyar, baru-baru ini.
Ia menyampaikan, dalam program pengembangan klaster padi ini, KPw BI Provinsi Bali akan membekali para petani teknik budi daya pertanian organik, penguatan kelembagaan pemasaran, hingga pembentukan lembaga keuangan mikro (LKM) melalui bantuan teknis dengan menghadirkan pakar-pakar di bidangnya.
Dengan program ini, masyarakat menjadi paham terhadap sistem pertanian berbasiskan teknologi terbaru dan mau mempertahankan sawahnya.
“Kami ingin mengubah mind set (pola pikir) petani sehingga mereka lebih kuat sehingga tidak meninggalkan sektor pertanian,” katanya.
Dewi juga menyampaikan harapannya agar kelak para petani Pulagan dapat menjadi pakar-pakar pertanian dengan mengikuti jejak para petani sukses.
Sementara itu petani organik sukses dari Medan, Edy yang didatangkan BI untuk berbagi kesusksesan mengatakan, berkat bantuan serta binaan BI, ia berhasil meningkatkan produktivitas lahan sawah mencapai dua kali lipat dan terus berkembang. Ia berpesan agar jangan pernah malu menyandang profesi sebagai petani, bahkan untuk ditulis di KTP.
“Menyandang profesi petani itu banyak keuntungannya. Misalnya banyak orang dari dinas, BI bahkan instansi lainnya yang menanyakan perlu apa (bantuan sosial untuk mengembangkan pertanian)? Bandingkan jika profesi sebagai wiraswasta, yang nanya cuma bank. Itupun hanya nanya dan menawarkan untuk menambah kredit,” sebutnya.
Hal sama dikatakan Masril Koto, seorang petani yang berhasil mendirikan Bank Tani dalam bentuk lembaga keuangan mikro agrobisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi, Baso, Agam, Sumatera Barat. Ia menyampaikan, pada awalnya serasa mustahil untuk mendirikan suatu bank. Perlu perjuangan dan puluhan penolakan yang telah dilewati untuk dapat mencapai impiannya tersebut.
Dengan hanya bermodal Rp 15 juta dan solidaritas kelompok, akhirnya Masril dapat mendirikan bank tani dalam bentuk LKMA Prima Tani yang saat ini sudah berkembang menjadi ratusan bank yang tersebar di Provinsi Sumatera Barat. Bank tani salah satunya memiliki produk tabungan pupuk dan keberadaanya lebih difokuskan kepada petani di daerah yang belum terjangkau lembaga keuangan.
“Bank tani juga memiliki produk tabungan, pendidikan dan sekarang sudah ada 300 anak petani yang telah berhasil menjadi sarjana pertanian,” paparnya.
Sumber : Bisnis Bali